BAB 1 : Mengapa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Penting?
Riset yang dilakukan badan dunia ILO menghasilkan
kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara
dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang pertahun akibat sakit
atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang
meninggal dua kali lebih banyak ketimbang wanita, karena mereka lebih mungkin
melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja
telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita
dalam pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun (ILO, 2003).
Tujuan
dari Sistem Manajemen K3 :
1. Sebagai alat untuk mencapai
derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani,
nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas.
2. Sebagai upaya untuk
mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, memelihara,
dan meningkatkan kesehatan dan gizi para tenaga kerja, merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya
produktivitas tenaga manusia, memberantas kelelahan kerja dan melipat gandakan
gairah serta kenikmatan bekerja.
Teori
Domino:
Heinrich (1931) dalam risetnya
menemukan sebuah teori yang dinamainya TEORI DOMINO. Teori itu menyebutkan
bahwa pada setiap kecelakaan yang menimbulkan cidera, terdapat lima faktor
secara berurutan yang digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar,
yaitu: kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi tak aman (hazard),
kecelakaan, serta cidera. Heinrich mengemukakan, untuk mencegah terjadinya
kecelakaan, kuncinya adalah dengan memutuskan rangkaian sebab-akibat. Misalnya,
dengan membuang hazard, satu domino di antaranya.
Birds (1967)
memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang
berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu: manajemen, sumber
penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Birds itu
mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil
dengan mulai memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Praktek
di bawah standar atau unsafe acts dan kondisi di bawah standar atau unsafe
conditions merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan, dan penyebab utama
dari kesalahan manajemen. Dalam penelitiannya, Birds mengemukakan bahwa setiap
satu kecelakaan berat disertai oleh 10 kejadian kecelakaan ringan, 30
kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan harta benda dan 600
kejadian-kejadian hampir celaka. Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat
kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan biaya tak langsung
adalah 1 : 5 - 50, dan digambarkan sebagai gunung es.
Dalam pasar bebas yang marak dengan berbagai
persaingan, penerapan manajemen K3 sangat penting untuk dijalankan dengan baik
dan terarah. Pengalaman di negara-negara lain menunjukkan bahwa tren suatu
pertumbuhan dari sistem K3 adalah melalui fase-fase, yaitu fase kesejahteraan,
fase produktivitas kerja, dan fase toksikologi industri
Faktor-faktor
penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik dari aspek penyakit akibat kerja
maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya:
1. Faktor fisik, yang meliputi
penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis,
radiasi, tekanan udara, dan Iain-lain.
2. Faktor kimia, yaitu berupa gas,
uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda-benda padat.
3. Faktor biologi, baik dari golongan
hewan maupun dari tumbuh tumbuhan.
4. Faktor
fisiologis, seperti
konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.
5. Faktor
mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara pekerja atau dengan
pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya.
BAB 2 : Sistem Manajemen K3 dan Manfaat Penerapannya
Sejarah
Sistem Manajemen K3:
Standar sistem manajemen K3 yang
digunakan saat ini adalah OHSAS
18001:1999 yang
diterbitkan melalui kesepakatan badan-badan sertifikasi yang ada di beberapa negara.
Sistem Manajemen K3 sebenarnya telah
mulai diterapkan di Malaysia pada tahun 1994 dengan dikeluarkannya
Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada 1996. Lembaga ISO juga telah mulai
merancang sebuah Sistem Manajemen K3 dengan melakukan
pendekatan terhadap Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 dan Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14000. Hasil work shop yang diadakan saat itu adalah didapatkan
agar ISO menghentikan upayanya membangun sebuah Sistem Manajemen K3 sejenis ISO
9000 dan ISO 14000. Alasannya kala itu adalah K3 merupakan struktur yang
bersifat tiga pihak (tripartie) maka penyusunan sebuah ketentuan Standar Sistem
Manajemen K3 diserahkan ke masing-masing negara.
Pada tahun 1998,
The Occupational Safety and Health Branch ILO
bekerja sama dengan the International Occupational Hygiene Association (IOHA)
melakukan identiflkasi elemen-elemen kunci dari sebuah Sistem Manajemen K3. Pada akhir tahun 1999, anggota Lembaga ISO yaitu British
Standards Insti tution (BSI) meluncurkan sebuah proposal
resmi (Ballot document ISO/TMB/TSP 190) untuk membuat sebuah Komite Teknik ISO
yang bertugas membuat sebuah Standar Internasional Nonsertifikasi.
Hal ini menimbulkan persaingan dengan
ILO yang sedang mempopulerkan Sistem Manajemen K3. ILO sendiri didukung oleh International Organization of Employers
(IOE) dan the International Confederation of Free Trade Unions (ICFTU) dan
afiliasi-afiliasinya. Akibatnya proposal yang diusulkan
oleh BSI pun ditolak.
Draf final yang disusun ILO dihasilkan awal
tahun 2001. Hasil pertemuan pada April tahun 2001 the ILO Guidelines on OSH
Management System (THE ILO/OSH 2001) pun disepakati. THE ILO/OSH 2001 merupakan model yang unik.
Selain dapat disesuaikan dengan sistem manajemen lainnya, ia tidak ditujukan
untuk menggantikan undang-undang di negara bersangkutan, tidak mengikat dan
tidak mempersyaratkan sertifikasi. Akan tetapi pada tahun 1999 BSI dengan
badan-badan sertifikasi dunia meluncurkan juga sebuah Standar Sistem Manajemen
K3 yang diberi nama Occupational Health and Safety Management Systems (OHSAS 18001). Struktur yang dimiliki
THE ILO/OSH 2001 pun memiliki kesamaan dengan OHSAS 18001.
HUBUNGAN
OHSAS 18001 DAN PERMENAKER 05/MEN/1996
Indonesia sendiri juga telah
mengembangkan Sistem Manajemen K3 sejenis yang dikenal Permenaker 05/Men/1996. Berbeda dengan OHSAS
18000 yang sistem auditnya hampir sama dengan ISO
14000 atau ISO 9000 yang diaudit oleh
badan sertifikasi manapun, maka khusus untuk Permenaker 05/Men/
1996—yang merupakan penilaian penilaian kinerja—hanya bisa diaudit oleh
Sucofindo.
Perbedaan lain dari OHSAS 18001 dan
Permenaker 05/Men/1996 adalah Permenaker 05/Men/1996 memiliki pembagian
jumlah/jenis elemen untuk jenis perusahaan yang tergantung pada besar kecil
perusahaan yang bersangkutan. Sedang persyaratan untuk OHSAS 18001 berlaku
untuk semua jenis organisasi tanpa memperhatikan besar kecilnya perusahaan itu.
Hal yang harus diingat baik terhadap OHSAS 18001 ataupun Permenaker05/Men/1996
bukanlah standar keselamatan produk atau jasa yang dijual, akan tetapi sebuah
sistem manajemen yang mengatur bagaimana K3 diterapkan pada aktivitas-aktivitas
organisasi.
Penerapan Permenaker 05/Men/1996
dibagi menjadi tiga tingkatan:
1. Perusahaan kecil atau perusahaan
dengan tingkat risiko rendah harus menerapkan sebanyak 64 kriteria.
2. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat risiko
menengah harus menerapkan sebanyak 122 kriteria.
3. Perusahaan besar atau perusahaan
dengan tingkat risiko tinggi harus menerapkan sebanyak 166 kriteria.
Keberhasilan
penerapan Permenaker 05/Men/1996 di tempat kerja diukur
sebagai berikut:
a.Untuk tingkat pencapaian penerapan
0-59% dan pelanggaran peraturan perundangan (nonconformance) dikenai tindakan
hukum.
b. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% diberikan
sertifikat dan bendera perak.
c.Untuk tingkat
pencapaian penerapan 85-100% diberikan sertifikat dan
bendera emas.
bendera emas.
Manfaat Penerapan Sistem Manajemen
K3:
1. Perlindungan
Karyawan
2. Memperlihatkan
Kepatuhan pada Peraturan Undang-Undang
3. Mengurangi Biaya
4. Membuat Sistem
Manajemen yang Efektif
5. Meningkatkan Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan
Langkah-langkah Menerapkan Sistem Manajemen K3
Tahapan penerapan K3:
1.
Tahap
Persiapan
Langkah
ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah personel, mulai dari menyatakan
komitmen sampai dengan menetapkan kebutuhan sumber daya yang diperlukan.
Adapun, tahap persiapan ini, antara lain:
•
Komitmen manajemen puncak
•
Menentukan ruang lingkup
•
Menetapkan cara penerapan
•
Membentuk kelompok penerapan
•
Menetapkan sumber daya yang diperlukan
2.
Tahap
Pengembangan dan Penerapan
Sistem dalam tahapan ini
berisi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh organisasi/perusahaan dengan
melibatkan banyak personel, mulai dari menyelenggarakan penyuluhan dan
melaksanakan sendiri kegiatan audit internal serta tindakan perbaikannya sampai
dengan melakukan sertifikasi
Langkah-langkah Penerapan Sistem K3:
- Langkah 1. Menyatakan Komitmen
Pernyataan
komitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapkan sebuah Sistem Manajemen K3
dalam organisasi/manajemen harus dilakukan oleh manajemen puncak.
- Langkah 2. Menetapkan Cara Penerapan
Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan untuk
menerapkan Sistem Manajemen K3. Sebenarnya
perusahaan/organisasi dapat menerapkan Sistem Manajemen K3 tanpa menggunakan
jasa konsultan, jika organisasi yang bersangkutan memiliki personel yang cukup
mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang.
- Langkah 3. Membentuk Kelompok Kerja Penerapan
Jika
perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok kerja
tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer
unit kerja. Hal ini penting karena merekalah yang tentunya paling bertanggung
jawab terhadap unit kerja yang bersangkutan.
- Langkah 4. Menentukan Sumberdaya yang Diperlukan
Sumber
daya di sini mencakup orang/personel, perlengkapan, waktu dan dana
- Langkah 5. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan
penyuluhan ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya dengan pernyataan
komitmen manajemen, melalui ceramah, surat edaran atau pembagian buku-buku yang
terkait dengan Sistem Manajemen K3.
- Langkah 6. Peninjauan Sistem
Peninjauan
ini dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan meninjau dokumen prosedur dan
meninjau pelaksanaannya.
- Langkah 7. Penyusunan Jadwal Kegiatan
Jadwal
kegiatan dapat disusun dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
a.
Ruang lingkup pekerjaan
b.
Kemampuan wakil manajemen dan kelompok kerja penerapan
c.
Keberadaan proyek
- Langkah 8. Pengembangan Sistem Manajemen K3
Beberapa
kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap pengembangan Sistem Manajemen K3
antara lain mencakup dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan bagan alir,
penulisan manual Sistem Manajemen K3, prosedur dan instruksi kerja.
- Langkah 9. Penerapan Sistem
Adapun cara penerapannya
adalah:
•
Anggota kelompok kerja mengumpulkan seluruh stafnya dan menjelaskan mengenai
isi dokumen tersebut. Kesempatan ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan
masukan-masukan dari lapangan yang bersifat teknis operasional.
• Anggota kelompok kerja bersama-sama staf unit kerjanya
mulai mencoba menerapkan hal-hal yang telah ditulis. Setiap
kekurangan atau hambatan yang
dijumpai harus dicatat sebagai masukan untuk
penyempurnaan sistem.
•
Mengumpulkan semua catatan K3 dan rekaman tercatat yang merupakan bukti
pelaksanaan hal-hal yang telah ditulis. Rentang waktu untuk menerapkan sistem
ini sebaiknya tidak kurang dari tiga bulan sehingga cukup memadai untuk menilai
efektif tidaknya sistem yang telah dikembangkan tadi. Tiga bulan ini sudah
termasuk waktu yang digunakan untuk menyempurnakan sistem dan memodifikasi
dokumen.
- Langkah 10. Proses Sertifikasi
Ada sejumlah lembaga
sertifikasi Sistem Manajemen K3. Misalnya Sucofindo melakukan sertifikasi
terhadap Permenaker 05/Men/1996. Namun untuk OHSAS 18001:1999 organisasi bebas
menentukan lembaga sertifikasi manapun yang diinginkan. Untuk itu organisasi
disarankan untuk memilih lembaga sertifikasi OHSAS 18001 yang paling tepat.
Comments
Post a Comment